Teryata dalam tulisan ini Steven Liauw banyak memfitnah Calvinisme dan karena itu maka Pdt. Budi Asali, M. Div terpanggil untuk memberikan tanggapan terhadap tulkisan ini. Berikut ini tanggapannya yang disisipkan di sela-sela tulisannya Steven Liauw.
Ket. Tulisan biru adalah tulisan Steven Liauw sedangkan tanggapan Pdt. Budi Asali yang berwarna merah.
Bagian 1: Jika manusia harus beriman agar selamat, apakah berarti ia punya andil dalam keselamatan?
Ketika mendiskusikan mengenai masalah Kalvinisme, banyak terjadi salah pengertian dan debat kusir, karena tidak mengerti inti perbedaan satu pandangan dengan lainnya. Akibatnya, kedua belah pihak ngotot pada posisinya masing-masing, dan saling menyalahkan, bahkan tanpa benar-benar mengerti apa yang dimaksud oleh pihak lawan. Tentu, ini diperparah ketika suatu istilah dipakai dengan dua pengertian yang berbeda, sehingga diskusi tidak pernah mencapai titik temu. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui, di mana letak perbedaan yang sebenarnya, antara seorang Kalvinis dengan seorang non-Kalvinis. Seri ini akan membahas satu-persatu, perbedaan-perbedaan krusial antara Kalvinis dengan non-Kalvinis. Ada cukup banyak perbedaan, tetapi saya akan fokus kepada satu perbedaan di setiap seri.
Pertama-tama, sebelum membahas perbedaan, kita perlu melihat dulu, tentang persamaan mereka. Kalvinis maupun non-Kalvinis (yang Alkitabiah) percaya Alkitab sebagai Firman Allah dan standar kebenaran. Keduanya percaya bahwa keselamatan didasarkan pada karya pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, menggantikan manusia. Keduanya percaya bahwa keselamatan hanyalah karena kasih karunia, tanpa ada jasa atau usaha manusia di dalamnya. Mungkin di sinilah Kalvinis mulai protes, dan menegaskan bahwa non-Kalvinis sedikit banyak mengandalkan jasa/usaha manusia untuk masuk Surga. Tetapi, itu tidak benar. Semua orang yang Alkitabiah akan mengatakan bahwa keselamatan tidaklah tergantung pada jasa/usaha manusia. Letak perbedaan sebenarnya adalah: KALVINIS MENGANGGAP IMAN PERCAYA SEBAGAI SUATU JASA/USAHA, SEDANGKAN NON-KALVINIS MENGATAKAN BAHWA IMAN PERCAYA BUKANLAH USAHA.
Tanggapan Budi Asali:
Ini fitnah. Calvinisme tidak pernah menganggap bahwa iman / percaya adalah jasa / usaha! Di atas, orang ini mengatakan “Ketika mendiskusikan mengenai masalah Kalvinisme, banyak terjadi salah pengertian dan debat kusir, karena tidak mengerti inti perbedaan satu pandangan dengan lainnya. Akibatnya, kedua belah pihak ngotot pada posisinya masing-masing, dan saling menyalahkan, bahkan tanpa benar-benar mengerti apa yang dimaksud oleh pihak lawan.”. Tetapi ternyata ia sendiri berbicara tentang Calvinisme tanpa mengerti apa Calvinisme itu! Atau, ia memang memfitnah secara sengaja?
*****************************************************************************
Inilah salah satu poin perbedaan mendasar antara Kalvinis dengan non-Kalvinis. Bagi orang-orang Alkitabiah, keselamatan adalah karena kasih karunia, oleh iman (Ef. 2:8). Artinya, tidak ada suatu apapun dalam diri manusia yang membuat dia pantas diselamatkan. Keselamatan adalah sepenuhnya kasih karunia. Tuhan menyelamatkan manusia bukan karena dia baik (manusia sudah bobrok dalam dosa), bukan karena dia hebat, bukan karena dia memiliki suatu hal yang menarik, bahkan bukan karena dia memiliki iman. Iman bukan dasar dari keselamatan. Kasih karunia adalah dasar dari keselamatan. Allah menyelamatkan manusia, semata-mata karena Ia berbelas kasihan, dan menaruh kasih kepada manusia. Namun demikian, Alkitab juga tegas mengatakan, bahwa keselamatan itu adalah oleh iman. Artinya, iman adalah syarat dari keselamatan. Tuhan memutuskan untuk memberi keselamatan kepada manusia atas dasar kasih karunia, tetapi Tuhan menuntut syarat, yaitu iman. Harus dibedakan apa itu DASAR dan apa itu SYARAT.
ILUSTRASI: Ada seorang yang kaya dan baik hati, tinggal di rumahnya yang megah. Dia lalu melihat bahwa ada sejumlah anak-anak gelandangan yang tidak memiliki rumah, setiap hari tidur di bawah jembatan tidak jauh dari rumahnya. Ia lalu berbelas kasihan kepada mereka dan memutuskan untuk memberikan tempat tinggal yang layak kepada mereka. Ia memanggil mereka, lalu berkata: barangsiapa yang mencuci mobil saya, akan saya berikan tempat tinggal yang layak. Nah, di sini kita melihat, bahwa bagi seorang gelandangan yang mendapat rumah, DASAR kebahagiaannya adalah belas kasihan dari si orang kaya. Tetapi, SYARATnya adalah mencuci mobilnya. Mencuci mobil bukanlah alasan mengapa orang kaya itu mau memberikan rumah kepada anak gelandangan. Toh, mencuci mobil tidak sebanding dengan harga rumah yang akan dia berikan. Orang kaya itu sudah memiliki ALASAN/DASAR untuk memberi rumah, barulah ia mengajukan SYARAT bagi para gelandangan. ALASANnya adalah belas kasihannya, SYARAT yang dia ajukan adalah “mencuci mobilnya.” Jadi, DASAR berbeda dengan SYARAT.
Nah, kembali ke realita, Allah menyelamatkan manusia dengan DASAR kasih karuniaNya (ini adalah alasan Allah), dengan syarat manusia itu harus beriman/percaya. Efesus 2:8 menyatakan hal ini: “Sebab KARENA (alasan) kasih karunia kamu diselamatkan OLEH (syarat/cara) iman...” Mungkin ada yang berkata: “Nah, bukankah seperti dalam ilustrasi tadi, jika ada SYARAT mencuci mobil, maka berarti perlu andil/usaha untuk mendapatkan kasih karunia itu.” Benar! Kalau syaratnya adalah “mencuci mobil,” maka ada usaha manusia. Bahkan, syarat apapun yang diajukan, mengimplikasikan adanya usaha manusia, kecuali satu syarat: percaya/beriman atau menerima. Kalau syaratnya adalah mencuci, berjalan, melompat, dll., maka ada unsur usaha manusia, tetapi tidak jika syaratnya adalah menerima/percaya. Satu-satunya SYARAT yang tidak melibatkan usaha/jasa adalah “menerima kasih karunia itu” atau “percaya, beriman.” Tetapi, disinilah letak perbedaan Kalvinis dan non-Kalvinis. Kalvinis bersikukuh, bahwa jika manusia diharuskan untuk menerima kasih karunia agar selamat, maka artinya manusia memiliki andil dalam keselamatan. Manusia lalu bisa menyombongkan diri, bahwa adalah karena jasa-jasanya ia selamat.
Tanggapan Budi Asali:
Fitnah lagi. Kalau tak mengerti apa itu Calvinisme jangan menulis tentang Calvinisme!
Calvinisme tak pernah menganggap bahwa orang yang menerima kasih karunia itu mempunyai andil dalam keselamatan.
Dan lucunya, atau lebih tepat tololnya, orang ini menulis apa yang bertentangan dengan kata-katanya di atas karena di atas ia sendiri berkata “Keduanya percaya bahwa keselamatan hanyalah karena kasih karunia, tanpa ada jasa atau usaha manusia di dalamnya”.
**********************************************************************************
Oleh karena itu, DALAM THEOLOGI KALVINIS, IMAN BUKAN SYARAT KESELAMATAN, IMAN ADALAH HASIL DARI KESELAMATAN!
Tanggapan Budi Asali:
Fitnah lagi. Itu bukan ajaran Calvinisme. Calvinisme percaya iman adalah syarat keselamatan, bukan hasil keselamatan. Memang orang tolol ini asal buka mulut, dan mengumbar ketololannya!
**********************************************************************************
Menurut Kalvinis, manusia tidak menerima kasih karunia, barulah ia lahir baru, justru ia bisa menerima/percaya karena ia sudah dilahirbarukan. Sebagai contoh, Piper mengatakan: “Kami tidak berpikir bahwa iman mendahului.....kelahiran kembali. Iman adalah bukti Allah telah melahirkan kita secara baru.” MacArthur menegaskan bahwa “Regenerasi secara logis harus memulai iman.” Sproul menambahkan: “Regenerasi (kelahiran kembali) bukanlah buah atau hasil dari iman. Sebaliknya, regenerasi mendahului iman, sebagai suatu syarat bagi iman.” Jadi, urutan Kalvinis terbalik dibandingkan dengan urutan Alkitab. Kalvinis mengatakan: lahir baru dulu (selamat) barulah beriman/menerima. Sedangkan Alkitab mengatakan: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yoh. 1:12). Jadi, menurut Alkitab, menerima dulu (percaya dulu), barulah menjadi anak Allah (dilahirbarukan). Menurut Kalvinis, lahir baru adalah syarat iman. Menurut Alkitab, iman adalah syarat lahir baru. Efesus 2:8 sudah membuktikan hal ini. Ayat-ayat lain mengukuhkan hal ini: Kisah Rasul 3:19 (bertobat dulu baru dosa dihapus), Kisah Rasul 16:31 (percaya dulu, baru dosa dihapus/selamat).
Tanggapan Budi Asali:
1) Dari kutipan-kutipan yang ia berikan, dari mana ia menyimpulkan bahwa ‘Menurut Kalvinis, manusia tidak menerima kasih karunia’??? Lagi-lagi asal buka mulut, tanpa otak! Para penulis Calvinist yang ia kutip bicara soal regeneration dan iman, bukan regeneration dan kasih karunia!
2) Penulis ini sama sekali tidak mengerti konsep Calvinisme tentang kelahiran baru (regeneration). Karena itu bisa menulis ‘Kalvinis mengatakan: lahir baru dulu (selamat) barulah beriman/menerima’. Karena ketololannya itu ia lalu menyimpulkan ‘Menurut Kalvinis, lahir baru adalah syarat iman’. Padahal sebetulnya, bagi Calvinisme ‘kelahiran baru’ beda dengan keselamatan, dan juga beda dengan iman. Perbedaan ini berlaku baik untuk arti dari istilahnya maupun saat terjadinya hal-hal itu.
3) Ajaran Calvinisme tentang kelahiran baru, iman dan keselamatan adalah sebagai berikut: Karena manusia berdosa itu mati di dalam dosa (Yoh 10:10 Ef 2:1 Kol 2:13), maka ia tidak mungkin bisa mengerti, ataupun menghargai, apalagi percaya pada Injil / Yesus Kristus (1Kor 2:14). Karena itu, ia harus dihidupkan secara rohani / dilahirbarukan lebih dulu. Ini merupakan pekerjaan Roh Kudus sepenuhnya (Yoh 3:3,5,6,8), dan manusia itu pasif secara total (perhatikan kata kerja bentuk pasif ‘dilahirkan’). Setelah ia dilahirkan kembali, maka ia menjadi hidup (tetapi belum selamat, karena selamat mensyaratkan iman). Setelah ia hidup, maka ia bisa mendengar Injil, dan bisa menghargainya. Tetapi iman tetap masih harus dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan (Fil 1:29). Setelah Tuhan memberinya iman, maka barulah ia selamat / mendapatkan hidup kekal! (Kis 16:31 Yoh 3:16 dsb).
Contoh yang cukup jelas dari hal ini adalah dalam kasus dari Lidia.
Kis 16:14-15 - “(14) Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus. (15) Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: ‘Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.’ Ia mendesak sampai kami menerimanya”.
Kata-kata ‘Tuhan membuka hatinya’ menunjuk pada kelahiran baru yang ia alami. Dan itu menyebabkan ia memperhatikan apa yang dikatakan Paulus, dan lalu percaya.
Jadi, tidak ada kontradiksi antara ajaran Calvinisme dengan ayat-ayat yang ia berikan seperti Ef 2:8 Kis 3:19 Yoh 1:12 dan sebagainya.
Catatan: baca ayat-ayat referensi yang saya berikan, supaya saudara bisa melihat bahwa apa yang saya / Calvinisme ajarkan, memang betul-betul mempunyai dasar Alkitab yang kuat!
**********************************************************************************
Tetapi kita harus kembali kepada: mengapakah Kalvinis membuat urutan yang sedemikan aneh? Dari mana mereka mendapat ide bahwa manusia lahir baru dulu, barulah beriman? Ini semua berakar dari dua konsep mereka yang salah, yaitu:
1. Bahwa manusia tidak bisa beriman/percaya tanpa lahir baru2. Bahwa jika manusia harus beriman/menerima kasih karunia untuk keselamatannya, maka itu sama dengan keselamatan karena usaha. Poin nomor dua ini yang menjadi pokok pembahasan kita di artikel ini.
Tanggapan Budi Asali:
Tak ada urutan aneh dalam ajaran Calvinisme. Urutan aneh itu hanya ada dalam kepala tanpa otak dari penulis tolol yang sok pinter ini!
Point no 1 saya terima. Calvinisme memang mengajarkan itu, seperti dikatakan oleh para penulis Calvinist yang ia kutip di atas. Tetapi point ke 2 adalah fitnah. Itu bukan ajaran Calvinisme.
*********************************************************************************
Seorang Kalvinis yang pernah berdiskusi dengan saya menyatakannya seperti demikian: “Jika saya dapat memilih untuk menerima atau menolak kasih karunia Allah, maka ketika saya masuk Surga, saya dapat menyombongkan diri, bahwa saya telah memilih untuk menerima.” Untuk memperkuat pandangannya, Kalvinis menyerang orang-orang Alkitabiah. Kalvinis berkata bahwa jika harus percaya dulu, baru selamat, maka berarti manusia menyelamatkan dirinya sendiri. Tetapi benarkah konsep ini? Sepertinya hanya Kalvinis yang berpikir demikian. Coba kita lihat dalam skenario hidup.
Tanggapan Budi Asali:
1) Calvinist yang mana yang berdiskusi dengan begitu tolol? Mengapa tolol? Karena ‘kasih karunia’ bertentangan dengan penyombongan diri! Ef 2:8-9. Juga dalam Calvinisme, pemberian kasih karunia Allah itu bukan hanya sampai pada taraf kita bisa memilih mau percaya atau tidak, tetapi sampai pada taraf kita betul-betul percaya dan diselamatkan.
2) Perlu diketahui bahwa di Indonesia ini ada banyak orang mengaku sebagai Calvinist / Reformed, padahal mereka sama sekali bukan Calvinist / Reformed. Kebanyakan orang Kristen di Indonesia tidak mengerti apa itu Calvinisme, termasuk penulis yang menyerang Calvinisme ini.
Yang jelas, apa yang dikatakan oleh ‘Seorang Kalvinis’ yang berdiskusi dengan dia ini bukanlah ajaran Calvinisme.
3) Lalu kata-kata penulis itu selanjutnya berkata sebagai berikut: “Untuk memperkuat pandangannya, Kalvinis menyerang orang-orang Alkitabiah. Kalvinis berkata bahwa jika harus percaya dulu, baru selamat, maka berarti manusia menyelamatkan dirinya sendiri”. Lagi-lagi fitnah! Calvinist mana yang mengatakan seperti itu?
Ilustrasi: Ada seorang yang sangat miskin sekali. Dia tidak memiliki apa-apa, bahkan makan pun sulit. Tambahan lagi, dia tidak memiliki keterampilan apapun yang dapat dibanggakan. Suatu hari, seorang yang sangat kaya, memutuskan untuk memberikan kepada si miskin ini, suatu harta yang besar jumlahnya. Si miskin tidak perlu melakukan apapun, selain dari menerima hadiah itu. Hadiah itu gratis! Jika si miskin menerima harta tersebut, dapatkah ia berbangga, bahwa dia kini kaya karena usahanya? Dapatkah ia menyombongkan diri kepada teman-temannya bahwa ia berjasa atas kekayaan yang kini ia nikmati? Bisakah dia berdalih: “Saya hebat, karena saya memilih untuk menerima?” Dapatkah dia berkata bahwa karena dia menerima hadiah itu, dia sendirilah yang telah membuat dirinya kaya? Teman-temannya yang berpikiran waras tentu akan berseru: “Tinggal menerima saja, itu sih bukan hebat! Itu terima bersih namanya!” Tidak seorangpun yang belum terkontaminasi Kalvinisme, akan berpikir bahwa si miskin ini memiliki jasa dalam hal itu. Juga tidak ada yang akan berkata bahwa ia menjadi kaya karena usahanya. Semua akan mengatakan bahwa dia menjadi kaya karena kasih karunia dari sang orang kaya!
Demikian juga, tidak ada satu orangpun yang waras, yang belum terkontaminasi oleh Kalvinisme, akan mengatakan bahwa tindakan percaya/beriman merupakan jasa manusia dalam keselamatan. IMAN BUKANLAH USAHA/JASA! Tetapi Kalvinisme, secara sistematis menuduh bahwa kita yang mengajarkan “iman” sebagai syarat keselamatan, adalah orang-orang yang mengandalkan “usaha sendiri” atau “kehebatan sendiri” untuk masuk Surga. Tidak demikian bung! Secara logis, jika seseorang memberikan hadiah, memang harus diterima, dan tindakan menerima itu bukanlah suatu usaha atau jasa pihak penerima. Kalau ada orang-orang yang menolak hadiah tersebut, bukan berarti ada kehebatan di pihak orang-orang yang menerima, melainkan adanya kebodohan di pihak orang-orang yang menolak.
Tanggapan Budi Asali:
‘Secara sistematis’? Mengapa tak ada kutipan sama sekali? Berikan saya satu saja kutipan kata-kata seorang ahli theologia Reformed / Calvinist yang mempercayai kata-kata tolol itu. Calvinisme yang sesungguhnya memang tidak mempercayai bahwa iman adalah usaha! Lalu siapa / apa gerangan yang diserang oleh orang tolol ini? Calvinisme juga tidak pernah mengajarkan bahwa ‘kita yang mengajarkan “iman” sebagai syarat keselamatan, adalah orang-orang yang mengandalkan “usaha sendiri” atau “kehebatan sendiri” untuk masuk Surga’. Jadi, jangan ngawur saja bung!
Sekarang perhatikan kata-kata penulis ini di bagian akhir yang berbunyi sebagai berikut: ‘Kalau ada orang-orang yang menolak hadiah tersebut, bukan berarti ada kehebatan di pihak orang-orang yang menerima, melainkan adanya kebodohan di pihak orang-orang yang menolak’. Ini kata-kata / kepercayaan penulis itu sendiri, bukan? Ia mengatakan bahwa penolakan dari orang-orang tertentu tak menunjukkan kehebatan dari orang yang menerima, tetapi menunjukkan kebodohan dari orang-orang yang menolak. Kalau yang menolak bodoh, bukankah yang menerima sedikitnya ‘tidak bodoh’? Dan ‘tidak bodoh’ sedikit banyak menunjukkan ‘kehebatan’ bukan? Jadi, orang tolol ini justru mengajar sendiri apa yang ia fitnahkan sebagai ajaran Calvinisme. Dasar tak punya otak!
*********************************************************************************
Jadi kita lihat, bahwa theologi Kalvinis, yang menyamakan iman dengan usaha, tidak sesuai dengan logika.
Tanggapan Budi Asali:
Lagi-lagi fitnahan tolol. Calvinisme tidak menyamakan iman dan usaha!
Tetapi, logika bukanlah standar tertinggi kita. Lebih parah lagi, theologi Kalvinis ini menyalahi Alkitab. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa iman berbeda dengan usaha. Salah satu perikop yang jelas sekali dalam hal ini adalah Roma 4:1-6.
“Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran. Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya:” (Roma 4:1-6)
Dari ayat-ayat di atas, jelas sekali bahwa Alkitab membedakan antara PEKERJAAN atau USAHA dengan IMAN! Iman bukanlah usaha! Alkitab tegas dalam hal ini! Jadi, jika kita mengatakan bahwa “anda perlu percaya Yesus untuk lahir baru,” itu tidaklah mengajarkan keselamatan berdasarkan usaha/jasa sendiri. Siapapun yang membaca Alkitab tanpa pernah dipengaruhi oleh Kalvinisme sebelumnya, tidak akan berkesimpulan bahwa “lahir baru” mendahului “iman.” TIDAK ADA SATU AYAT PUN YANG MENGAJARKAN LAHIR BARU DULU BARU BERIMAN.
Tanggapan Budi Asali:
Mula-mula penulis ini bicara tentang iman dan usaha, tetapi bagaimana mungkin ia tahu-tahu nyelonong ke ‘lahir baru’??
Dan kata-katanya menunjukkan bahwa ia mempercayai kata-kata ‘anda perlu percaya Yesus untuk lahir baru’. Apa gerangan yang ia maksudkan dengan ‘lahir baru’??
*********************************************************************************
Tentang ‘lahir baru mendahului iman’, Calvinisme memang mempercayainya, dan ayat-ayat dasarnya sudah saya berikan di atas. Kalau penulis ini mengatakan ‘TIDAK ADA SATU AYAT PUN YANG MENGAJARKAN LAHIR BARU DULU BARU BERIMAN’, maka saya bertanya: mengapa harus satu ayat? Dalam Alkitab juga tak ada satu ayat yang mengajarkan doktrin Allah Tritunggal, tetapi dari banyak ayat kita menyimpulkan doktrin itu. Lalu mengapa beda dalam hal ini? Satu ayat memang tidak ada. Itu merupakan kesimpulan dari banyak ayat yang sudah saya berikan di atas.
Sebaliknya, untuk mempertahankan theologi mereka, Kalvinis membuat berbagai skema yang rumit. Untuk mengakomodasi Roma 4:1-6, sebagian Kalvinis menyatakan bahwa pembenaran adalah setelah percaya, tetapi lahir baru adalah sebelum percaya.
Jadi, urutan keselamatan Kalvinis:
1. Dilahirbarukan secara pasif oleh Tuhan (Regenerasi)
2. Menjadi percaya atau beriman atau menerima
3. Dibenarkan (Justification)
Tanggapan saya :
Ini adalah ajaran Calvinisme, bahkan semua Calvinist (bukan ‘sebagian’) mengajar seperti itu.
******************************************************************************
Urutan demikian sungguh tidak masuk akal, karena memisahkan regenerasi dengan pembenaran. Dalam skema Kalvinis, “iman” hanyalah formalitas belaka. “Iman” hanyalah suatu buah dari keselamatan itu sendiri, sama seperti pekerjaan baik adalah buah dari keselamatan. Kalau Kalvinis benar, maka “iman” bukanlah syarat atau alasan pembenaran, karena iman itu sendiri adalah efek dari kelahiran kembali.
Tanggapan saya:
Orang tak punya logika ini bicara tak karuan. Ia betul-betul tak punya pengertian tentang regeneration dan pembenaran.
Calvinisme mempercayai bahwa regeneration memang beda / pisah dari pembenaran.
Calvinisme tidak mempercayai bahwa ‘iman’ hanyalah formalitas belaka.
Calvinisme tidak mempercayai bahwa ‘iman’ adalah buah dari keselamatan.
Calvinisme percaya bahwa pekerjaan baik memang merupakan buah dari keselamatan./
Calvinisme percaya bahwa iman adalah syarat pembenaran.
Karena orang ini mencampur-adukkan antara hal-hal yang dipercayai dan tidak dipercayai oleh Calvinisme (tetapi semuanya ia anggap sebagai hal-hal yang dipercayai oleh Calvinisme), maka ia menganggap Calvinisme kacau. Sebenarnya yang kacau adalah otaknya!
******************************************************************************
Artinya, secara logis Kalvinis mengajarkan:
1. Orang lahir baru dulu, baru beriman2. Orang menjadi anak Allah dulu (lahir ke dalam keluarga Allah), baru beriman
Tanggapan Budi Asali:
Lahir baru tidak sama dengan menjadi anak Allah! Dalam Calvinisme dibedakan antara ‘lahir baru dalam arti yang sempit’ dan ‘lahir baru dalam arti yang luas’.
Yang pertamalah yang biasanya disebut dengan istilah ‘regeneration’ dalam theologia. Kalau ini mau diilustrasikan, ini menunjuk pada pertemuan sperma dengan sel telur. Sudah ada janin, sudah ada kehidupan, tetapi belum lahir menjadi bayi / anak.
Sedangkan yang kedua mencakup daerah yang lebih luas, sampai orang itu percaya, dan menjadi anak Allah.
********************************************************************************
3. Orang memiliki hidup dulu (lahir baru), baru beriman
Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat Alkitab yang bertentangan dengan urutan tersebut:
1. Yoh. 6:47 berkata “barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal” BUKAN “barangsiapa memiliki hidup menjadi percaya.”
Tanggapan Budi Asali:
Penulis ini tak bisa membedakan ‘hidup’ dan ‘hidup kekal’!
********************************************************************************
2. Yoh. 1:12 berkata menyatakan bahwa yang menerima Yesus menjadi anak-anak Allah, BUKAN bahwa anak-anak Allah menjadi menerima Yesus.
Tanggapan Budi Asali:
Apa urusannya ayat ini dengan argumentasinya? Calvinisme juga mempercayai ayat ini. Menerima tak perlu dibedakan dengan percaya.
Dan ‘lahir baru’ bukan berarti telah menjadi anak Allah!
*****************************************************************************
3. Kis. 16:31 menyatakan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus Kristus akan membawa selamat, BUKAN selamat dulu lalu akan menjadi percaya.
Tanggapan Budi Asali:
Calvinisme juga tidak mempercayai selamat baru percaya!
*****************************************************************************
4. Yoh. 20:31 menyatakan “oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya,” BUKAN memperoleh hidup agar bisa beriman. Ayat ini juga menegaskan iman sebagai SYARAT keselamatan.
Tanggapan Budi Asali:
Calvinisme juga percaya bahwa iman yang menyebabkan kita menerima hidup (dalam arti ‘hidup kekal’, bukan hidup karena kelahiran baru).
Calvinisme juga percaya bahwa iman adalah dasar keselamatan.
*****************************************************************************
5. Roma 10:13-14, percaya dulu, kemudian bisa berseru kepada Tuhan (dalam iman), lalu diselamatkan. BUKAN lahir baru dulu baru percaya.
Tanggapan Budi Asali:
Ayat ini tak ada urusannya dengan lahir baru! Dibelokkan saja secara ngawur oleh penulis tolol ini!
*****************************************************************************
6. 1 Kor. 4:15, orang-orang Korintus lahir baru, melalui percaya INJIL yang diberitakan Paulus. BUKAN lahir baru lalu menjadi percaya INJIL.
Tanggapan Budi Asali:
Ngawur saja dalam gunakan ayat.
1Kor 4:15 - “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu”.
Ayat ini sama sekali tidak bicara tentang lahir baru!
*****************************************************************************
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan, bahwa:
1. Kalvinis menganggap bahwa jika iman dijadikan syarat keselamatan, itu sama saja dengan menyelamatkan diri sendiri. Iman dianggap sebagai suatu jasa atau usaha dari pihak manusia.Tanggapan Budi Asali:
Ngawur, dan fitnah!
*****************************************************************************
2. Kalvinis menganggap bahwa orang lahir baru dulu, barulah ia menjadi percaya. Iman adalah buah dari keselamatan/regenerasi.
Tanggapan Budi Asali:
Selalu mengacaubalaukan keselamatan dengan regeneration. Kedua hal itu beda!
Kalau lahir baru baru beriman, saya / Calvinisme memang percaya. Kalau iman merupakan buah dari regeneration, saya / Calvinisme juga setuju. Tetapi kalau iman adalah buah dari keselamatan, saya / Calvinisme tak pernah setuju! Ini fitnahan lagi!
*****************************************************************************3. Alkitab menyatakan bahwa iman adalah syarat keselamatan, kasih karunia adalah dasar keselamatan.
Tanggapan Budi Asali:
Saya / Calvinisme setuju ini!
*****************************************************************************
4. Alkitab menyatakan bahwa keselamatan oleh iman, bukanlah keselamatan oleh usaha manusia. Iman berbeda dengan usaha. Iman tidak dapat dianggap sebagai suatu jasa.
Tanggapan Budi Asali:
Saya / Calvinisme setuju ini!
*****************************************************************************
5. Alkitab menegaskan bahwa iman mendahului keselamatan, mendahului kelahiran kembali, mendahului hidup kekal, mendahului pembenaran, mendahului adopsi menjadi anak Allah.
Tanggapan Budi Asali:
Iman mendahului keselamatan, mendahului hidup kekal, mendahului pembenaran, mendahului pengadopsian menjadi anak Allah, saya / Calvinisme setuju.
Iman mendahului kelahiran baru, saya / Calvinisme tidak setuju.
1 komentar:
saya membaca penanggap sangat emosional, sampai mentolol-tolol kan sesama hamba Tuhan, walau mungkin berbeda pandangan. Mungkin lebih elok penanggap menuliskan saja pandangannya tentang calvinis. walaupun itu berupa fitnah sekalipun. Tidak adakah hati yang mengasihi orang yang berbeda pandangan dengan kita, kalau ya, saya justru meragukan penanggap sebagai seorang Pdt.
Oce D. Komarsyah - Jayapura Papua
Posting Komentar